Menerbitkan buku
tidak sertamerta ada di benak saya ketika saya sudah menulis belasan cerpen. Di
luar dugaan agaknya ada saja yang memperhatikan kreasi saya dalam penulisan
fiksi. Salah satunya adalah penyair dan cerpenis dari Mataram, Putu Arya
Tirtawirya.
Suatu saat beliau
menyurati saya agar segera mengumpulkan cerpen-cerpen yang sudah dimuat di
media cetak, untuk diterbitkan sebagai buku dalam bentuk kumpulan cerpen. Karena
beliu sudah menerbitkan buku di sebuah penerbitan yang ada di Kupang (Nusa
Indah), beliau menyarankan saya agar menerbitkan kumpulan cerpen saya pada penerbit
yang sama.
Tanpa pikir
panjang, saya segera mengumpulkan cerpen-cerpen saya dan melakukan segala
sesuatu sesuai petunjuk yang diberikan. Dan, tak lama kemudian terbitlah buku
saya yang pertama: Sketsa Untuk Sebuah
Nama.
Saya sempat heran
mendapati buku pertama saya berhasil eksis tanpa hambatan. Ini membuat saya
sangat percaya diri sebagai penulis, sehingga cerpen-cerpen terjemahan dan
cernak pun saya bukukan. Keduanya, kumpulan cerpen Karya Besar dan cernak Kambing
Yang Cerdik berhasil dibukukan melalui proses yang begitu mulus.
Dan yang lebih
memgembirakan kemudian adalah adanya laporan penjualan yang secara teratur
dikirimkan kepada saya oleh penerbit, lengkap dengan rincian royalty yang
berhak saya terima. Semua ini berlangsung ketika saya masih tinggal di Bali.
Setelah pindah ke
Jakarta, cerpenis Satyagraha Hoerip menyarankan agar saya menerbitkan novelette
saya yang pernah dimuat di majalah Sarinah ke Penerbit Balai Pustaka. Yang satu
ini, Kabut Sepanang Jalan, pun
berjalan dengan lancar dan bahkan saya mendapat uang muka 10% dari royalty yang
berhak saya terima. Selanjutnya saya juga menerima laporan semester untuk
royalty yang merupakan jatah saya sebagai penulis.