Jumat, 08 November 2013

Jadi Penulis Novel Itu Harus Percaya Diri



Farida Susanty
Percaya diri adalah bekal yang tidak bisa tidak harus dimiliki oleh seorang penulis novel. Berhasil merampungkan sebuah novel belum berarti telah sukses sebagai penulis novel karena, masih ada aktivas lain yang perlu dilakukan yakni menerbitkan novel.

Boleh jadi sebelum diterbitkan sebagai novel, naskah yang dihasilkan ditawarkan terlebih dahulu ke koran atau majalah untuk dimuat sebagai cerita bersambung. Dalam hal ini, tak jarang penulis novel mengalami penolakan oleh redaksi. Dan yang namanya penolakan tentu saja bisa menimbulkan rasa kecewa.

Namun perlu disadari oleh penulis novel, penolakan tidak selalu berarti bahwa karya kita itu jelek. Boleh jadi penolakan terjadi hanya karena isinya tidak sesuai dengan misi koran atau majalah tersebut. Demikian pula halnya saat mau diterbitkan sebagai buku. Alasannya bisa macam-macam dan salah satu yang terpenting adalah: apakah novel itu bisa dijual/ada pasarnya?

Contoh karya novel yang terbukti bukan merupakan karya yang jelek walaupun pernah mengalami penolakan oleh pernerbit adalah Dan Hujan pun Behenti. Novel yang ditulis oleh Farida Susanty ini sempat mengalami penolakan oleh penerbit yang berbeda sebanyak tiga kali.

Namun karena penulis muda ini tidak gampang putus asa alias punya rasa percaya diri yang besar, akhirnya ketika novel tersebut berhasil diterbitkan malah bisa mengantarkan penulisnya masuk ke kategori Best Young Writer di Khatulistiwa Literary Award 2006-2007.

Saya sendiri termasuk beruntung, tidak pernah mengalami penolakan sampai menerbitkan tiga buah novel pertama. Namun novel yang saya tulis berikutnya nasibnya berbeda. Ketika saya kirimkan ke sebuah majalah wanita, saya tidak mendapatkan tanggapan dalam waktu yang cukup lama sehingga saya merasa perlu untuk menanyakannya. Ternyata pihak majalah tidak pernah menerima naskah novel yang saya kirimkan.

Selanjutnya saya mencoba mengirimkan naskah novel tersebut ke sebuah harian, berharap akan dimuat sebagai cerita bersambung. Kali ini pun nasibnya sama, tidak mendapatkan tanggapan dari redaksi. Saya jadi tak habis pikir, benarkah naskah novel tersebut tidak sampai ke meja redaksi? Jangan-jangan naskah tersebut memang tidak layak muat tetapi redaksinya tidak sampai hati menyampaikan berita buruk itu kepada saya.

Hehehe, rasa putus asa sempat juga hinggap di hati saya. Untuk membuktikan apakah dugaan saya benar atau salah, akhirnya naskah novel tersebut saya kirim ke seorang mentor penulis yang saya kenal baik. Kesannya? Ia bilang bab pertama naskah tersebut membuatnya sangat penasaran dan akan berusaha menyelesaikan bab-bab berikutnya. Namun sampai begitu lama ia tidak pernah berkabar lagi.

Saya jadi curiga, jangan-jangan ada sesuatu pada naskah novel tersebut yang membuat orang yang membacanya memilih diam daripada memberi komentar. Kecurigaan saya memaksa untuk membuka-buka lagi naskah novel tersebut dan saya pikir saya harus merombaknya karena ada bagian-bagian yang boleh dikatakan sensitif alias menyinggung unsur SARA.

Saat posting ini saya tulis naskah novel tersebut sedang dalam proses untuk diterbitkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar