Percaya
diri adalah bekal yang tidak bisa tidak harus dimiliki oleh seorang penulis
novel. Berhasil merampungkan sebuah novel belum berarti telah sukses sebagai
penulis novel karena, masih ada aktivas lain yang perlu dilakukan yakni
menerbitkan novel.
Boleh
jadi sebelum diterbitkan sebagai novel, naskah yang dihasilkan ditawarkan
terlebih dahulu ke koran atau majalah untuk dimuat sebagai cerita bersambung. Dalam
hal ini, tak jarang penulis novel mengalami penolakan oleh redaksi. Dan yang
namanya penolakan tentu saja bisa menimbulkan rasa kecewa.
Namun
perlu disadari oleh penulis novel, penolakan tidak selalu berarti bahwa karya
kita itu jelek. Boleh jadi penolakan terjadi hanya karena isinya tidak sesuai
dengan misi koran atau majalah tersebut. Demikian pula halnya saat mau
diterbitkan sebagai buku. Alasannya bisa macam-macam dan salah satu yang
terpenting adalah: apakah novel itu bisa dijual/ada pasarnya?
Contoh
karya novel yang terbukti bukan merupakan karya yang jelek walaupun pernah mengalami
penolakan oleh pernerbit adalah Dan Hujan
pun Behenti. Novel yang ditulis oleh Farida Susanty ini sempat mengalami
penolakan oleh penerbit yang berbeda sebanyak tiga kali.
Namun
karena penulis muda ini tidak gampang putus asa alias punya rasa percaya diri
yang besar, akhirnya ketika novel tersebut berhasil diterbitkan malah bisa
mengantarkan penulisnya masuk ke kategori Best
Young Writer di Khatulistiwa Literary Award 2006-2007.
Saya
sendiri termasuk beruntung, tidak pernah mengalami penolakan sampai menerbitkan
tiga buah novel pertama. Namun novel yang saya tulis berikutnya nasibnya
berbeda. Ketika saya kirimkan ke sebuah majalah wanita, saya tidak mendapatkan
tanggapan dalam waktu yang cukup lama sehingga saya merasa perlu untuk
menanyakannya. Ternyata pihak majalah tidak pernah menerima naskah novel yang
saya kirimkan.
Selanjutnya
saya mencoba mengirimkan naskah novel tersebut ke sebuah harian, berharap akan
dimuat sebagai cerita bersambung. Kali ini pun nasibnya sama, tidak mendapatkan
tanggapan dari redaksi. Saya jadi tak habis pikir, benarkah naskah novel
tersebut tidak sampai ke meja redaksi? Jangan-jangan naskah tersebut memang
tidak layak muat tetapi redaksinya tidak sampai hati menyampaikan berita buruk
itu kepada saya.
Hehehe,
rasa putus asa sempat juga hinggap di hati saya. Untuk membuktikan apakah dugaan
saya benar atau salah, akhirnya naskah novel tersebut saya kirim ke seorang
mentor penulis yang saya kenal baik. Kesannya? Ia bilang bab pertama naskah
tersebut membuatnya sangat penasaran dan akan berusaha menyelesaikan bab-bab berikutnya.
Namun sampai begitu lama ia tidak pernah berkabar lagi.
Saya
jadi curiga, jangan-jangan ada sesuatu pada naskah novel tersebut yang membuat
orang yang membacanya memilih diam daripada memberi komentar. Kecurigaan saya
memaksa untuk membuka-buka lagi naskah novel tersebut dan saya pikir saya harus
merombaknya karena ada bagian-bagian yang boleh dikatakan sensitif alias
menyinggung unsur SARA.
Saat
posting ini saya tulis naskah novel tersebut sedang dalam proses untuk
diterbitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar