Rabu, 04 Desember 2013

Penerbitan Rai & May



Rai & May
Rai & May adalah salah satu novel terbaru saya yang baru saja diluncurkan lewat nulisbuku.com, salah satu situs penerbit yang mendobrak kemapaman dalam dunia penerbitan buku, yang membuka peluang kepada penulis (terutama pemula) untuk bisa menerbitkan bukunya tanpa takut ditolak.

Kehadiran situs ini tentu menjadi angin segar buat para penulis pemula karena menjanjikan kerjasama yang pasti sangat diharapkan oleh para penulis pemula, yakni menerbitkan buku sendiri (self publishing). Artinya, penulis bisa menerbitkan bukunya lewat nulisbuku.com atas nama penerbit milik penulis sendiri (walaupun sesungguhnya penulis belum punya usaha penerbitan).

Sebelumnya, saya sudah menerbitkan 6 buah buku (3 kumpulan cerpen dan 3 novel). Semuanya lewat penerbit konvensional yang biasa dikenal dengan istilah mentereng penerbit mainstream. Lha, kenapa saya ikut-ikutan menerbitkan buku lewat situs ini? Tentu saja ada alasannya, yang sudah pernah saya beberkan di sini.

Rai & May


Rai & May adalah novel yang berkisah tentang dunia anak muda di lingkungan kampus di mana mereka digembleng agar kelak bisa memiliki masa depan yang baik, dalam arti bisa memiliki karier yang cemerlang dengan penghasilan yang besar.

Namun, apa yang terjadi pada Rai & May adalah sesuatu yang berbeda. Sejak awal mereka sudah menyukai isu tentang bisnis dan tanpa dinyana badai kehidupan membelokkan arah perjalanan hidup mereka ke arah itu.

May tidak menyangka kalau dirinya akan jatuh cinta pada Rai. Betapa tidak, ketika bertemu pertama kali ia langsung ilfil dan bahkan bertengkar. Segalanya berjalan di luar dugaan, termasuk hari di mana mereka jadian juga merupakan hari di mana mereka saling menyakiti.

Salah paham mendorong semuanya bergulir begitu cepat. Saling berprasangka, pada saat masing-masing keluarga mengalami masalah, membuat komunikasi di antara mereka terputus. Untung ada Januar dan Nungki, teman-teman sekampus yang begitu peduli dan berusaha menyatukan mereka kembali. Akhirnya ada titik terang setelah Januar memberitahu May bahwa Rai di Bali.

Terobosan yang dilakukan May saat mengalami kemelut hidup telah mebuatnya menjadi seorang
pelukis terkenal yang melukis berdasarkan inspirasi yang ia dapatkan dari mimpi atau meditasi. Karya lukis akhirnya mengantarkan May bertemu dengan Rai yang telah jadi pengusaha sukses.

Mereka akhirnya merajut kembali benang cinta yang telah putus walaupun sempat terjadi kesalahpahaman lagi ketika May mendapati Rai tampak intim dengan Lina, mantan pacar Rai yang berprofesi sebagai penyanyi.

Karena novel Rai & May ini diterbitkan secara self publishing dengan sistem Print on Demand (PoD), alias baru dicetak setelah dipesan, maka tidak tersedia di toko buku. Bagi yang berminat memiliki novel ini bisa memesannya secara online di nulisbuku.com.
 

Rabu, 13 November 2013

Bagaimana Saya Mulai Menerbitkan Buku



Menerbitkan Buku
Menerbitkan buku tidak sertamerta ada di benak saya ketika saya sudah menulis belasan cerpen. Di luar dugaan agaknya ada saja yang memperhatikan kreasi saya dalam penulisan fiksi. Salah satunya adalah penyair dan cerpenis dari Mataram, Putu Arya Tirtawirya.

Suatu saat beliau menyurati saya agar segera mengumpulkan cerpen-cerpen yang sudah dimuat di media cetak, untuk diterbitkan sebagai buku dalam bentuk kumpulan cerpen. Karena beliu sudah menerbitkan buku di sebuah penerbitan yang ada di Kupang (Nusa Indah), beliau menyarankan saya agar menerbitkan kumpulan cerpen saya pada penerbit yang sama.

Tanpa pikir panjang, saya segera mengumpulkan cerpen-cerpen saya dan melakukan segala sesuatu sesuai petunjuk yang diberikan. Dan, tak lama kemudian terbitlah buku saya yang pertama: Sketsa Untuk Sebuah Nama.

Saya sempat heran mendapati buku pertama saya berhasil eksis tanpa hambatan. Ini membuat saya sangat percaya diri sebagai penulis, sehingga cerpen-cerpen terjemahan dan cernak pun saya bukukan. Keduanya, kumpulan cerpen Karya Besar dan cernak Kambing Yang Cerdik berhasil dibukukan melalui proses yang begitu mulus.

Dan yang lebih memgembirakan kemudian adalah adanya laporan penjualan yang secara teratur dikirimkan kepada saya oleh penerbit, lengkap dengan rincian royalty yang berhak saya terima. Semua ini berlangsung ketika saya masih tinggal di Bali.

Setelah pindah ke Jakarta, cerpenis Satyagraha Hoerip menyarankan agar saya menerbitkan novelette saya yang pernah dimuat di majalah Sarinah ke Penerbit Balai Pustaka. Yang satu ini, Kabut Sepanang Jalan, pun berjalan dengan lancar dan bahkan saya mendapat uang muka 10% dari royalty yang berhak saya terima. Selanjutnya saya juga menerima laporan semester untuk royalty yang merupakan jatah saya sebagai penulis.

Senang juga rasanya mendapati diri bisa menerbitkan buku dan menerima pasif income berupa royalty secara teratur, dengan catatan buku laku dijual. Pengalaman itu membuat saya ketagihan menerbitkan buku-buku berikutnya.

Jumat, 08 November 2013

Jadi Penulis Novel Itu Harus Percaya Diri



Farida Susanty
Percaya diri adalah bekal yang tidak bisa tidak harus dimiliki oleh seorang penulis novel. Berhasil merampungkan sebuah novel belum berarti telah sukses sebagai penulis novel karena, masih ada aktivas lain yang perlu dilakukan yakni menerbitkan novel.

Boleh jadi sebelum diterbitkan sebagai novel, naskah yang dihasilkan ditawarkan terlebih dahulu ke koran atau majalah untuk dimuat sebagai cerita bersambung. Dalam hal ini, tak jarang penulis novel mengalami penolakan oleh redaksi. Dan yang namanya penolakan tentu saja bisa menimbulkan rasa kecewa.

Namun perlu disadari oleh penulis novel, penolakan tidak selalu berarti bahwa karya kita itu jelek. Boleh jadi penolakan terjadi hanya karena isinya tidak sesuai dengan misi koran atau majalah tersebut. Demikian pula halnya saat mau diterbitkan sebagai buku. Alasannya bisa macam-macam dan salah satu yang terpenting adalah: apakah novel itu bisa dijual/ada pasarnya?

Contoh karya novel yang terbukti bukan merupakan karya yang jelek walaupun pernah mengalami penolakan oleh pernerbit adalah Dan Hujan pun Behenti. Novel yang ditulis oleh Farida Susanty ini sempat mengalami penolakan oleh penerbit yang berbeda sebanyak tiga kali.

Namun karena penulis muda ini tidak gampang putus asa alias punya rasa percaya diri yang besar, akhirnya ketika novel tersebut berhasil diterbitkan malah bisa mengantarkan penulisnya masuk ke kategori Best Young Writer di Khatulistiwa Literary Award 2006-2007.

Saya sendiri termasuk beruntung, tidak pernah mengalami penolakan sampai menerbitkan tiga buah novel pertama. Namun novel yang saya tulis berikutnya nasibnya berbeda. Ketika saya kirimkan ke sebuah majalah wanita, saya tidak mendapatkan tanggapan dalam waktu yang cukup lama sehingga saya merasa perlu untuk menanyakannya. Ternyata pihak majalah tidak pernah menerima naskah novel yang saya kirimkan.

Selanjutnya saya mencoba mengirimkan naskah novel tersebut ke sebuah harian, berharap akan dimuat sebagai cerita bersambung. Kali ini pun nasibnya sama, tidak mendapatkan tanggapan dari redaksi. Saya jadi tak habis pikir, benarkah naskah novel tersebut tidak sampai ke meja redaksi? Jangan-jangan naskah tersebut memang tidak layak muat tetapi redaksinya tidak sampai hati menyampaikan berita buruk itu kepada saya.

Hehehe, rasa putus asa sempat juga hinggap di hati saya. Untuk membuktikan apakah dugaan saya benar atau salah, akhirnya naskah novel tersebut saya kirim ke seorang mentor penulis yang saya kenal baik. Kesannya? Ia bilang bab pertama naskah tersebut membuatnya sangat penasaran dan akan berusaha menyelesaikan bab-bab berikutnya. Namun sampai begitu lama ia tidak pernah berkabar lagi.

Saya jadi curiga, jangan-jangan ada sesuatu pada naskah novel tersebut yang membuat orang yang membacanya memilih diam daripada memberi komentar. Kecurigaan saya memaksa untuk membuka-buka lagi naskah novel tersebut dan saya pikir saya harus merombaknya karena ada bagian-bagian yang boleh dikatakan sensitif alias menyinggung unsur SARA.

Saat posting ini saya tulis naskah novel tersebut sedang dalam proses untuk diterbitkan.

Kamis, 07 November 2013

Perlukah Membuat Outline Sebelum Menulis Novel?



Membuat Outline
Perlukah membuat outline sebelum menulis novel? Ini bisa menjadi pertanyaan siapa saja yang tertarik untuk menulis novel untuk pertama kali. Saya sendiri tidak pernah memikirkan hal itu sampai menulis beberapa novel.

Namun demikian, saya kemudian merasa patut mempertimbangkan untuk membuat outline terutama kalau novel yang saya tulis akan membutuhkan banyak bab dan halaman. Ternyata outline sangat membantu saya dalam menggarap novel yang saya rencanakan, apalagi kalau sinopsisnya juga sudah disiapkan.

Tanpa outline dan sinopsis saya biasanya cenderung membaca kembali bagian novel yang telah saya tulis sebelum melanjutkannya. Ini cukup memakan waktu dan celakanya bisa membikin jenuh sehingga penyelesaian novel bisa memakan waktu lebih lama daripada seharusnya.

Membuat Outline Dengan MindMapper


Buku-buku tentang Mind Mapping sudah sering saya lihat di toko buku, namun karena saya sok tahu atau lebih tepatnya tidak mau “mengosongkan gelas”, buku-buku tersebut saya lewatkan begitu saja. Sampai kemudian saya ikut Kos Hebat di Yogyakarta, seorang mentor bernama Pradnya Ratih mengenalkan sebuah piranti lunak bernama MindMapper.

Seperti namanya, piranti ini sangat bermanfaat untuk membantu kita memetakan pikiran, mulai dari menyusun jadwal kegiatan sampai membuat outline buku yang hendak kita tulis. Cara menerapkannya ternyata sangat mudah. MindMapper tentu sangat bermanfaat bagi pemulis novel seperti saya.

Belakangan, setiap kali saya hendak menulis novel saya selalu membuat outline terlebih dahulu dengan piranti lunak ini. Dan hasilnya, saya bisa menyelesaikan novel saya dalam waktu relatif lebih cepat.

MindMapper membuat saya bisa memiliki outline novel yang rapi dalam berbagai bentuk, dan tidak berlebihan kalau saya katakan, piranti lunak ini juga bisa membuat saya lebih bergairah dalam menulis novel. Selain itu, kalau misalnya saya mengalami kemandegan di satu bab, saya akan dengan sangat mudah bisa melompat ke bab lain, sebab alur cerita sudah dipetakan sedemikian rupa.


Rabu, 06 November 2013

Menciptakan Pasif Income Dari Menulis Novel

Mimpi Sang Pramugari
Awalnya, menulis novel dan cerpen bagi saya hanya sekadar menyalurkan hobi corat-coret yang tumbuh dari kegemaran membaca apa saja, dari sobekan koran bekas pembungkus barang belanjaan sampai pada buku-buku yang tebal. Sama sekali tidak terlintas di benak saya kalau kelak kegiatan menulis novel dan cerpen bisa menciptakan pasif income.

Sesungguhnya, saya sudah sangat senang kalau mendapati tulisan cerpen saya dimuat di koran. Terus terang kesenangan ini jauh lebih besar daripada kesenangan yang saya rasakan kemudian ketika menerima honor. Maklum, honor yang saya terima dari menulis cerpen waktu itu dari koran lokal tidak cukup banyak, sekadar untuk mengganti ongkos kertas.

Namun ketika kemudian cerpen dan cerber saya mulai dimuat di media cetak nasional yang terbit di Jakarta, saya mulai menikmati enaknya menjadi orang yang bisa menulis cerpen dan cerber/novel. Gairah menulis cerpen dan cerber/novel pun seperti mendapat rangsangan sehingga ide-ide untuk menulis mengalir deras.

Ketika saya menerima surat dari seorang sastrawan senior, almarhum Satyagraha Hoerip, yang berisi komentar positif tentang salah satu cerpen saya yang dimuat di sebuah koran minggu, saya betul-betul excited.  Apalagi beliau lantas minta izin pada saya untuk menerjemahkan cerpen saya itu ke dalam bahasa Inggris dan Perancis. Bayangkan, bagaimana melambungnya perasaan saya pada waktu itu. Itulah saat pertama kali saya tahu kalau karya cerpen itu bisa menghasilkan honor lebih dari satu kali.

Setelah sejumlah cerpen dan cerber/novel saya diterbitkan sebagai buku, saya baru menyadari kalau kegiatan menulis cerpen dan novel yang belum begitu serius saya lakoni telah menciptakan ladang pasif income. Dengan duduk manis saja saya bisa mendapatkan royalty berulang kali dari buku yang terjual.

Apakah Anda tidak tertarik menjadi penulis cerpen atau novel?