Jumat, 20 Februari 2015

Motivasi Untuk Membuat Terobosan



Seorang teman, Gede Widi, baru-baru ini berbagi motivasi di kelompok BB Hebat Group, komunitas agen properti Century21 Hebat. Berikut saya kutipkan isi motivasinya yang berjudul “Filosofi Hiu Dalam Kehidupan”.


Untuk kulineri Jepang, ikan salmon lebih nikmat jika masih hidup saat hendak diolah daripada yang telah dibekukan. Para nelayan kemudian memasukkan salmon tangkapannya ke kolam buatan agar dalam perjalanan menuju daratan salmon-salmon tersebut tetap hdup. Namun banyak salmon yang mati di kolam buatan tersebut.

Maka para nelayan itu memasukkan seekor hiu kecil di kolam tersebut. Ajaib! Hiu cilik tersebut “memaksa” salmon-salmon itu terus bergerak agar tidak jadi mangsa. Akibatnya jumlah salmon yang mati menjadi sangat sedikit.

Diam membuat kita MATI!
Gerak membuat kita HIDUP!

Apa yang membuat kita diam? Saat tidak ada masalah dalam hidup dan saat kita berada dalam zona nyaman.

Situasi seperti ini kerap membuat kita terlena. Begitu terlenanya sehingga kita tidak sadar bahwa kita telah mati.

Apa yang membuat kita bergerak? Masalah, pergumulan dan tekanan hidup.

Saat masalah datang, naluri membuat kita bergerak aktif dan berusaha mengatasi semua pergumulan hidup. Di saat-saat seperti itu biasanya kita akan ingat Tuhan dan berharap kepadaNYA. Tidak hanya itu, kita menjadi kreatif dan potensi diri kita pun menjadi berkembang luar biasa.

Kita bisa belajar banyak dalam hidup ini bukan pada saat yang nyaman dan tenang, tapi justru pada saat badai menyerang.


Saya berasumsi, teman yang ahli memodifikasi sepeda motor ini pasti mendapatkan motivasi ini dari sebuah sumber tertentu. Sayangnya ia tidak menyebutkan sumber referensinya.

Bertahan Hidup Karena Satu Sekoci Dengan Harimau

Kalau Anda pernah menonton film Life of Pie, Anda tentu bisa merasakan betapa menegangkan kisah yang dialami seorang anak muda India, satu-satunya penumpang yang selamat setelah kapal yang membawanya berlayar dari India ke Amerika dihantam badai dahsyat di tengah samudera dan akhirnya karam.

Ia mendapati dirinya selamat dan terapung-apung di atas sebuah sekoci. Namun, tak dinyana, dalam sekoci yang sama juga ada seekor harimau. Tanpa kehadiran binatang buas ini, mungkin nasibnya bisa berbeda. Ia bisa saja mati lemas karena kelaparan.

Kehadrian harimau itu membuatnya tertantang untuk bertahan hidup karena ia tidak mau mati sia-sia jadi mangsa. Ia pun selalu bergerak menjauhi binatang buas itu. Pada suatu titik, ia mendapatkan ide kreatif. Ia melakukan sesuatu yang akhirnya menyelamatkan bukan saja dirinya tetapi juga harimau itu.

Apa yang dia lakukan? Menangkap ikan. Selain untuk disantap sendiri, ia pun memberikan ikan tangkapannya pada si harimau. Demikian, akhirnya harimau dan Pie jadi sahabat sampai ia terdampar di sebuah pantai dan ditemukan oleh penduduk sekitar.

Kisah ini memiliki pesan moral yang sama dengan “Filosofi Hiu dalam Kehidupan.” Bahwa tantangan membuat hidup kita jadi semakin hidup. Kita sering tidak menyadari bahwa kesulitan hidup adalah juga anugerah yang merupakan motivasi yang memaksa kita membuat terobosan sehingga bisa keluar dari kesulitan yang kita alami.

 

Senin, 16 Februari 2015

Menulis Fiksi Karena Suka Membaca

Semula tak pernah terlintas di benak saya kalau kemudian saya akan menekuni kegiatan menulis fiksi (baca: cerpen dan novel). Kenapa? Karena, seperti yang telah saya paparkan pada posting sebelumnya, saya merasa tidak berbakat untuk menulis fiksi.

Boleh dibilang proses kreatif saya dalam menulis fiksi adalah semata-mata merupakan dampak dari kegemaran saya membaca, terutama fiksi baik berupa cernak, cerpen, novel dan bahkan juga komik. Dari baca-bacaan tersebut rupanya (tanpa saya sadari) imajinasi saya terpicu untuk berkembang.

Dan pada titik tertentu saya tiba-tiba merasa bisa menulis fiksi sebagaimana tulisan-tulisan yang sudah banyak saya baca. Awalnya, saya mulai dengan menulis cerpen. Ternyata, memang, tak semudah yang saya bayangkan. Untuk mengawali paragraf pertama saja saya harus berjuang keras selama berjam-jam, padahal kepala sudah penuh dengan ide.

Begitulah, walaupun kita sudah punya gagasan untuk menulis fiksi namun kalau tak punya kemampuan untuk menuangkannya ke dalam bentuk tulisan, gagasan itu akan tetap jadi sekadar gagasan yang lama-lama punya kemungkinan untuk raib. Sayang, bukan?

Lalu apa kiat yang harus dimiliki agar hal itu dapat diatasi saat mulai menulis fiksi? Tak ada jalan lain kecuali biasakan diri menuangkan gagasan atau pikiran ke dalam bentuk tulisan, baik secara manual maupun dengan alat yang bernama komputer. Caranya? Gampang sekali, buatlah buku harian. Dengan buku harian kita akan terlatih menuangkan pengalaman sehari-hari ke dalam bentuk tulisan. Saya sudah membuktikan hal ini.

Dulu, waktu saya mulai tertarik menulis fiksi komputer belum banyak dikenal. Karena itu untuk melatih diri saya buat buku harian dengan tulisan tangan. Kalau sekarang, kebanyakan orang sudah pakai komputer untuk menulis. Bahkan untuk menulis buku harian secara online kini sudah tersedia banyak fasilitas berupa weblog yang lebih dikenal dengan nama blog.

Tunggu apa lagi? Kalau memang punya niat untuk menulis fiksi dan merasa belum begitu pede, kenapa tidak mulai dengan ngeblog? Ini bisa dilakukan dengan blogger, wordpress, friendster dan masih banyak yang lainnya. Kalau tidak mau dibaca orang lain tidak usah dipublikasikan. Fasilitas ini pun sudah disediakan oleh penyedia layanan blog.

Nah, bagi pemula, selamat belajar menulis fiksi!